Ilong (deadline-news.com)-Palusulteng-Puluhan warga Palu yang tergabung dalam Gerakan pemuda Poboya dan lpa levata pondo Gerakan Pemuda Poboya (GPP) dan Ipa Levata Pondo (ILP), Senin siang (16/3-2020), mendatangi Kantor Citra Palu Mineral (CPM) di Poboya Kecamatan Mantimkolore Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Mereka unjuk rasa (Unras) menolak aktivitas CPM. Mereka juga mempertanyakan soal ada atau tidaknya analisis dampak lingkungannya (AMDAL) yang dimiliki CPM.
GPP dan IPA bersama massa aksi diterima pihak CPM melalui juru bicaranya, Amran Amir.
Adalah Budi Aswin dan Esso memimpin Massa unras di CPM itu. Mereka berdialog dengan pihak CPM. Dalam dialog langsung itu, mereka menilai CPM yang sama sekali tidak memiliki transparansi sejak kehadirannya pascra bencana Kota Palu.
Mereka tegas menuntut transparansi Legalitas AMDAL, Kedudukan CSR bagi Ekologi Lingkungan serta Pemberdayaan Masyarakat Adat bagi Lingkar Tambang.
Salah seorang pimpinan Massa aksi, Budi Aswin sempat bersitegang dengan Lurah Poboya untuk tuntutan dan gugatan massa aksi soal CPM.
“Pemerintah seolah membiarkan saja” kata Budi Aswin, yang ditanggapi Lurah Poboya bahwa Pemerintah yang mana.
Dalam orasinya Massa Aksi, Amran selaku juru bicara CPM hanya mendengar dan mengomentari Keberadaan CPM yang telah memiliki legal standing dari perusahaan yang bergerak pada Tambang Emas.
Menurut Esso selaku pimpinan Massa aksi, hal ini tidak jelas dan tidak transparan pihak perusahaan soal kepemilikan AMDAL CPM.
“Kita ini butuh kejelasan AMDAL, bagaimana bisa, CPM hadir di Poboya yang nota Bene memiliki ijin Pusat, kok di daerah, khususnya masyarakat lingkar Tambang tidak tahu soal AMDAL itu ada atau tidak?
Bagaimana soal daerah ini kalau saat ini Palu yang diketahui pasca bencana masih traumatik dengan kegiatan penambangan seperti akan dilakuan CPM.
“Siapa yang akan bertanggung jawab kalau ada apa – apanya dengan kita semua di Poboya dan Kota Palu,” tegas Esso.
Agussalim, SH koordinator Litigasi dan Advokasi LB Sulteng yang tergabung dalam Front Anti CPM (FAC) yang dihubungi setelah aksi, menyatakan sikap untuk digelorakannya perjuangan advokasi penolakan CPM di Poboya.
Agussalim,SH menegaskan bahwa CPM masih tidak peduli dengan wilayah Pasca Bencana di Kota Palu.
“Saya tolak CPM, karena kita tinggal di daerah Rawan Bencana. Saya tidak tolak investasi, tapi saya tolak Perusahaan yang besar dan bergerak tanpa memperhitungkan keberadaan serta kondisi daerah bencana,”tanda Agus.
Ia mengatakan jangan karena mengejar profit, masalah bencana di daerah tempat aktivitas CPM tidak menjadi perhatian meraka. Akibatnya bisa menjadi beresiko gempa lagi di Palu.
“Jika ada yang mau bertanggung jawab, saya tantang, siapa pihak itu, dan berikan penjelasan hukumnya serta ekologi ilmiahnya,”taka Agussali dengan nada menantang.
Menurut Agussalim, hingga saat ini, konsolidasi penolakan CPM masih terus berlangsung di kalangan NGO Lingkungan Kota Palu.
“kita lihat saja nanti, Rakyat dan Ekologi dipastikan Menang atau Modal Profit mereka yang menang,”terangnya.
Agussali menambahkan, PT CPM secara resmi mengelola kawasan itu melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 422.K/30.DJB/2017.
Dimana, Kepmen ESDM tertanggal 14 November 2017 tentang persetujuan peningkatan tahap operasi produksi kontrak karya PT Citra Palu Mineral ditandatangani Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono atas nama Menteri ESDM Ignatius Jonan.
Juru bicara CPM Amran Amir yang dikonfirmasi via chat di whatsappnya sampai berita ini naik tayang belum memberikan keterangan. ***