Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) DPP Partai Golkar di Bali beberapa waktu lalu telah menobatkan Drs.H.Setya Novanto sebagai ketua Umum, Drs.Nurdin Khalik sebagai ketua harian dan Idrus Marham Sekretaris jenderal. Terpilihnya Setnov sebagai Ketuam DPP Partai Golkar ternyata merubah arah kebijakan politik Partai berlambang poho beringin itu.
Bagaimana tidak, Setnov secara spontan mengumumkan jika Partai berwarna kuning itu mendukung pemerintahan Joko Widodo-HM Jusuf Kalla. Dan mendukung Jokowi menjadi presiden periode kedua tahun 2019 mendatang. Secara tersirat, publik dapat melihat dan menilai Partai Golkar berharap mendulang suara dari efek Jokowi selaku Presiden pilihan rakyat kebanyakan.
Makanya tidak heran, setiap kunjungannya ke daerah-daerah Ketuam DPP Partai Golkar Setnov yang mantan ketua DPR-RI itu memerintahkan kadernya untuk memasang foto Presiden Jokowi setiap mendirikan Baliho atau membentangkan spanduk-spanduk, baik sebagai calon Bupati maupun dalam momentum apapun. “Saya berharap setiap kader Partai Golkar yang hendak mendirikan Baliho atau Spanduk tidak lupa memasang foto saya dan pak Jokowi selaku Presiden yang akan didukung Partai Golkar pada periode keduanya nanti,”tegas Setnov saat berkunjung di DPD Partai Golkar Sulteng beberapa waktu lalu.
Sikap Partai Golkar mendung Jokowi pada Pilpres 2019 itu, tentu saja berharap agar masyarakat pemilih terbanyak Jokowo juga mau memilih Partai Golkar. Strategi Jokowi efek untuk Golkar pada Pileg 2019, tentu saja menjadi tantangan bagi partai asal Jokowi yakni PDIP. Dan secara politik, bisa saja Presiden Jokowi merasa bangga dan tidak takut ditinggal PDIP, karena sudah ada Partai Golkar sebagai bempernya. Dunia politik itu memang sangat dinamis. Makanya tidak heran jika masyarakat mencap bahwa politisi itu tidak bisa dipercaya 100 persen. Karena bisa saja apa yang dikatakan hari ini besok berubah lagi. Lihat saja Partai Golkar sebelumnya berkoalisi dengan Gerindra, PAN, PKS, dan PPP mendukung Prabowo Subianto sebagai Presiden. Bahkan karena koalisi besarnya itu, PDIP kehilangan kursi ketua DPR-RI. Padahal jika aturan sebelumnya dijalankan secara normal, tidak ada revisi UU MD3, maka mestinya PDIP yang mendapatkan kursi ketua DPR-RI, bukan Golkar.
Dan belakangan setelah mendapat kursi ketua DPR RI koalisi yang membawanya ke kursi ketua DPR RI itu “dikhianatinya”. Sepertinya Partai besutan Setnov itu hanya mengincar kekuasaan. Makanya mencoba mendompleng pada nama besar Jokowi, sehingga bisa mendapatkan Jokowi efek. ***