Dugaan Korupsi Proyek Pasar Raya Buol Berakhir di Kejati?

 

 

Proyek pembangunan pasar raya kabupaten Buol kecamatan Biau Kelurahan Bugis yang direncanakan sejak tahun 2015 dan selesai sekitar tahun 2020 masih menyisahkan persoalan.

Betapa tidak, proyek pasar raya itu diduga berbau korupsi. Proyek pasar raya itu dibangun dimasa periode pertama dan kedua Bupati Buol dr.Amiruddin Rauf, S.Pog.

Mulai dari pembebasan lahan tahun 2015-2016. Kemudian lanjut pematangan lahan dan pembangunan gedung serta los pasar.

Anggaran perencanaan pasar raya buol itu dengan pagu Rp, 199.000.000, kemudian harga penawaran mencapai Rp, 144.980.000, dan dikerjakan oleh cv.polygon triagonal consultant dengan alamat jalan Korpri no.14 kel.leok kec.biau kab.buol.

Lalu anggaran penimbunan pasar raya buol oleh dinas pekerjaan umum dengan pagu Rp, 600,000,000, dan harga penawaran Rp, 596.627,000.

Penimbunan ini dikerjakan oleh CV.Lg Construction yang beralamat di jalan Trans Palu Sabang Km 63 Batusuya Sindue Tombusabora dgl Sulteng.

Selain itu ada biaya pengawasan teknis pembangunan pasar raya buol senilai pagu Rp, 175.000.000 dan harga penawaran mencapai Rp, 156.635.000. Item ini dikerjakan oleh Cv.Indo Design konsultan dengan alamat jalan kosasih no.15 bonipoi kupang-ntt.

Kemudian tahap pembangunan selanjutnya pengawasan tekhnik pembangunan pasar raya buol dengan pagu anggaran Rp, 128.000.000 dan nilai penawaran Rp, 112.000.000.

Item ini dikerjakan oleh Gapura Nirwana Agung konsultan yang beralamat di jalan Tebet Barat Rusun Harum Blok B Lantai Dasar No.11 Jaksel.

Pada Item pembangunan konstruksi pasar raya Buol dengan pagu Rp, 4,698,009,000 dana nilai penawaran sebesar Rp, 4.642.129,000. Item ini dikerjakan oleh PT.Karyacipta Mandirik yang beralamat di jalan Iskandarsyah No.66 C Kel.Melawai Kec.Kebayoran Baru Jaksel.

Kemudian pada tahap berikutnya pembangunan pasar Buol dengan pagu Rp, 8.975.000,000 dan nilai penawaran Rp, 8.839.000,000 ini dikerjakan oleh PT. Maritim Jaya Tolis yang beralamat di jalan Ladapi No.40 Tolitoli.

Dan pada tahap akhir pengerjaan peningkatan sarana dan prasarana pasar raya buol dengan pagu Rp, 759.500.000, dan nilai penawaran Rp, 752.752.000. Item ini dikerjakan oleh CV.Aburisal Pratama.

Nilai total proyek pasar raya Buol itu mencapai Rp 15.244.123.000, diluar anggaran pembebasan lahan yang nilainya juga miliyaran rupiah.

Pada item pembebasan lahan ini diduga ada praktek mark up yang mengarah ke tindak pidana korupsi. Apalagi diduga ada lahan dr.Amiruddin Rauf selaku bupati Buol ketika itu di lokasi pembangunan pasar raya yang ikut dibeli atau diganti rugi oleh pemda Buol saat itu.

Adalah Jhoni Hatimura melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pasar raya Buol itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI di Jakarta.

Jhoni menduga ada praktek korupsi pada pembayaran biaya ganti rugi lahan dengan harga njop Rp, 36 ribu/meter dan berdasarkan harga yang ditetapkan pemda pada zona tanah kampung bugis no.18/2015 yakni Rp,36 ribu dan Rp, 48 ribu/meter.

“Tapi pada kenyataanya tanah tersebut dibayar sebesar Rp, 250 000/meter sesuai dengan bukti SP2D kod 3 irg penerima ganti rugi tersebut,”kata Jhoni.

Jhoni menerangkan bahwa masing-masing AA dan H, keduanya menerima masing – masing Rp, 750 juta.

“Sedangkan JC menerima Rp, 1,550 milyar, sehingga terjadi selisih harga antara harga yang ditetapkan sesuai SK bupati Amiruddin Rauf no 18/2015 dengan nilai pembayaran tanah,”jelas Jhoni.

Jhoni menegaskan bukti sertifikat dan keterangan 2 orang eks kepala BPN pada pemeriksaan saksi di Kejaksaan Tinggi (kejati) Sulteng, mereka menerangkan itu tanah milik dr. Amiruddin Rauf.

“Ada indikasi konsfirasi alias modus operandi untuk menghilangkan jejak kepemilikannya. Karena terjadi praktek penggelembungan anggaran.
Dia pemilik tanah, dia yang menetapkan dan dia yang diduga menerima dana. Dengan indikasi menggunakan jabatan yang ada padanya untuk memperoleh keuntungan,”tandas Jhoni.

Namun sayangnya dugaan korupsi proyek pasar raya buol itu sepertinya akan berakhir di Kejati Sulteng?

Alasannya hasil penyelidikan pihak Kejaksaan tidak menemukan bukti permulaan yang ditandai dengan secarik kertas dari badan pemeriksa keuangan (BPK) RI yang menerangkan bahwa tidak ditemukan adanya kerugian negara.

Pertanyaannya masih percayakah kita dengan oknum auditor BPK RI? Bukankah banyak dari mereka terseret keranah hukum akibat hasil auditnya tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya?

Bukankah ada oknum BPK RI terlibat suap? Mestinya Kejaksaan Tinggi lebih profesional dan mendalami laporan warga atau lembaga swadaya masyarakat terkait penanganan dugaan korupsi dimanapun, termasuk di Kabupaten Buol.

Bukankah dengan dugaan mark up pembebasan lahan yang juga diduga pemiliknya adalah pengambil kebijakan dengan jabatan bupati ketika itu?

Harusnya Kejati Sulteng memulai penyelidikannya dari awal pembebasan lahan sampai proses pembangunan. Apalagi diduga pasar raya Buol itu sampai saat ini belum termanfaatkan dengan baik.

Semoga saja Kejati Sulteng dengan pemimpin barunya Agussalim,SH,MH segera melakukan penyelidikan kembali atas dugaan korupsi proyek pasar raya Buol itu dengan mengawali penyelidikan dari pembebasan lahan dari tahun 2015 dan seterusnya.

Sehingga dapat ditemukan bukti permulaan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi.

Kalaupun memang tidak dapat dilanjutkan penyelidikan dugaan korupsi proyek pasar raya Buol itu, sebaiknya secari kerta dari pihak kejati yang menerangkan bahwa laporan dugaan korupsi biaya ganti rugi pembebasan lahan proyek pasar raya buol tidak dapat dilanjutkan penyelidikannya dengan disertai alasan-alasan yang tepat dan dapat diterima akal sehat. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top