Diproyeksi Rupiah Melemah Sepekan ke Depan

JAKARTA (deadline-news.com)-Mata uang rupiah diperkirakan melemah terbatas pada pekan depan seiring dengan sentimen hawkish Federal Reserve perihal pengerekan suku bunga AS.

Rupiah mengakhiri perdagangan Jumat (3/3) dengan pelemahan sebesar 0,19% atau 26 poin ke posisi Rp13.383 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.397 – Rp13.365 per dolar AS. Kurs tengah dipatok Rp13.375 per dolar AS.

Artinya dalam sepekan kemarin rupiah melemah 52 poin atau 0,39%. Sementara indeks dolar AS pada perdagangan akhir pekan kemarin turun 0,66 poin atau 0,65% menuju 101,54.

Sepanjang 2017, mata uang Garuda masih meningkat 0,67%. Tahun lalu, rupiah tumbuh 2,28% menjadi Rp13.473 per dolar AS.

Andri Hardianto, analis Asia Trade Point Futures, menuturkan seperti pekan sebelumnya, pergerakan rupiah di minggu depan masih akan didominasi sentimen hawkish yang mendorong penguatan dolar AS. Pada akhir pekan kemarin, probabilitas kenaikan suku bunga dalam Federal Open Market Committee (FOMC) Rabu (15/3) sudah mencapai 79,7%.

“Pidato [Gubernur The Fed] Janet Yellen bernada hawkish, makanya peluang rupiah mengalami depresiasi cukup terbuka. Rupiah diperkirakan bergerak dalam rentang Rp13.320-Rp13.500,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (5/3/2017).

Dalam pidatonya, Yellen menyatakan pengerekan suku bunga AS tidak akan selambat pada dua tahun sebelumnya. Seperti diketahui, penaikkan Fed Fund Rate (FFR) baru dilakukan masing-masing pada Desember 2015 dan Desember 2016 hingga sampai di posisi 0,5%-0,75%.

Komite akan mengevaluasi apakah tingkat pekerjaan dan inflasi sesuai dengan target bank sentral. Sebelumnya, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan penambahan 227.000 orang pekerja sepanjang Januari 2017, tingkat penyerapan tenaga kerja paling tinggi dalam empat bulan terakhir. Penambahan tenaga kerja tersebut juga jauh di atas rata-rata penyerapan 163.000 pekerja per bulan pada 2017 yang diproyeksikan ekonom.

Tingkat inflasi juga sudah mencapai target The Fed sebesar 2%, yakni 2,1% pada Januari 2017. Oleh karena itu, besar kemungkinan The Fed bersikap lebih agresif terhadap kenaikan suku bunga untuk mengerem laju inflasi agar tidak terlampau tinggi.

Selain itu, rupiah mendapatkan sentimen negatif dari melemahnya harga minyak mentah. Pekan lalu, harga minyak WTI berada di area US$53 per barel, setelah dua minggu sebelumnya berada di kisaran US$54 per barel.

Namun demikian, lanjut Andri, pelemahan rupiah dalam pekan ini masih dalam kategori terbatas. Pasalnya faktor-faktor domestik terbilang masih kuat, seperti Bank Indonesia yang siap melakukan langkah penstabilan rupiah, terkendalinya inflasi, proyeksi peningkatan devisa.

Sentimen yang perlu diperhatikan dalam pekan ini ialah rilis data penjualan eceran dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK). Sementara untuk dolar, pasar akan mementau rilis data tenaga kerja.

Dihubungi terpisah, Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, mengatakan nada hawkish dari pidato pejabat The Fed kemarin turut membuat rupiah cenderung melemah pada pekan ini. Rentang harga rupiah diprediksi bergerak di antara Rp13.310-Rp13.450 per dolar AS dalam lima hari ke depan.

Menurut Putu, probabilitas pengerekan FFR dapat semakin meningkat setelah rilis data non farm payroll (NFP) periode Februari 2017 pada Jumat (10/3). Konsensus memperkirakan penambahan tenaga kerja sebesar 185.000, atau melambat dari Januari 2017. (bisnis.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top