Bang Doel (deadline-news.com)-Palusulteng-Tim Pengacara Massa pendemo tolak tambang Hartati Hartono,SH,MH menduga Kapolres Parigi Moutong (Parimo) AKBP Yudy Arto Wiyono memerintahkan anggotanya membawa senjata yang berisi peluru tajam.
Menurut wanita alumni fakultas Hukum Untad itu, dimungkinkan Kapolres Parimo bisa menjadi tersangka dalam insiden Sabtu malam (12/2-2022), berdarah saat ricuh pengamanan pendemo tolak tambang PT.Trio Kencana.
“Karena diduga Kapolres memerintahkan anggotanya membawa senjata dengan menggunakan peluru tajam kaitan Deelneming (penyertaan) dalam pertanggungjawaban pidana, menyuruh membawa senjata dan menggunakan peluruh tajam dalam tindakan pengamanan demonstrasi adalah sudah lebih dulu dipahami bahwa tindakan menggunakan senjata dapat berpotensi kematian,”sebut Hartati dalam rilisnya yang dikirim ke chat redaksi deadline-news.com Selasa (15/2-2022).
Kata Hartati, jadi adanya kematian telah diprediksi lebih awal. Harusnya menggunakan saja peluru karet tidak mematikan, hanya melumpuhkan.
Hartati Hartono,SH.MH sebagai ketua Lembaga Pengacara Rakyat mengatakan dalam penangganan investigasi kasus kematian Erfaldi 21 tahun warga Tada Tinombo Selatan diharapkan Kapolda melibatkan Tim LBH Parimo untuk masuk dalam Tim investigasi agar kepastian kasus dapat dipercaya.
“Karena LBH Parimo yang lebih dahulu menangani kasus kematian Erfaldi saat berdemo tolak tambang,”tandas Hartati.
Hartati menjelasakan dalam proses pelepasan 59 demonstran ini sebagai pengacara rakyat kami semua bersatu untuk membebaskan para demostran.
“Dan akhirnya pada jam 00.30 hari Selasa tanggal 15 februari 2022, ke 59 (lima puluh sembilan) demonstran yang ditahan di Polres Parimo iti dilepaskan,”ujarnya.
Menurut Hartati, Lembaga Pengacara Rakyat, LBH Sulteng, LBH Parimo dan Walhi menemukan beberapa demonstran yang mengalami luka dibagian muka, kepala dan belakang.
“Sempat kami tanyakan ini kenapa? menurut para demonstran mereka dipukul oleh aparat pada saat telah berada di dalam mobil. Tindakan aparat melanggar Peraturan kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaran Tugas kepolisian Negara Republik Indonesia. dalam pasal 11 huruf d. Tindakan aparat ini merendahkan martabat manusia,”tegas Hartati.
Sementara itu Kapolres Parigi Moutong AKBP YUDY Arto Wiyono yang dikonfirmasi via chat di whatsappnya membantah memerintahkan anggotanya membawa senjata berisi peluru tajam.
“Ya gak mungkinlah pak andi saya sebelum plks sudah menyampaikan dalam apel pam unra untuk mempedomani perkap.no.16 thn 2006 tentang penanggulangan massa aksi sebagamana SOP,”terang Kapolres Parimo Yudy.
Kapolres Yudy menegaskan tidak ada anggota polisi yang membwa senpi dan amunisi tajam saat pengamanan pendemo di Kasimbar.
“Kami sudah lakukan sebagamana SOP pak andi,”aku AKBP Yudy yang baru beberapa bulan menjabat Kapolres Parimo itu.
“Iya pak andi, kami sudah melaksanakan pam aksi unra sebagamana SOP. Kami sudah lakukan pam unras dengan humanis dan perauasif. Kami berupaya dan berusaha melakukan negosiasi dengan korlap sampai 5 kali. Bahkan himbauan – himbauan agar menjaga keamanan dan ketertiban umum serta tidak melakukan pemblokiran jalan karena mengganggu kepentingan masyrakat banyak yang menggunakan akses jalan tersebut. Apalagi akses jalan satu-satunya yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat,”terang Kapolres Yudy.
Ia mengtakan bayangkan 11 jam masyarakat pengguna jalan terganggu, karena aksi blokir jalan tersebut.
“Bagaimana kalo itu terjadi pada kita atau keluarga yang akan melalui jalan itu diblokir,”kata Kapolres Yudy dengan nada tanya.
Yudy menerangkan menyuarakan aksi pencabutan IUP P.T Trio Kencana dilaksanakan di jalan trans Sulawesi.
Apakah secara logika bisa dibenarkan?
“Kami sudah mencoba untuk memfasilitasi agar menyuarakan aksi pencabutan ke gubernur, tidak usah di jalan trans sulawesi, tapi massa tidak mau,”tutup Yudy.***