Arham B (Deadline News/koranpedoman.com)-Pasangkayu-Sekitar puluhan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Mamuju Utara kembali menggelar aksi demo di depan kantor bupati Matra, Sulbar Kamis, ( 29/9-2016).
Aksi ini serentak dilakukan oleh kaum buruh di 20 provisnsi di Indonesia. Kedua serikat buruh tersebut merupakan gabungan karyawan yang tersebar di Matra dan sebagian besar para pekerja di perusahaan sawit milik Astra Group.
Mereka menuntut pemerintah agar mencabut PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan, menolak upah murah, dan meminta kenaikan upah minimum tahun 2017 sebesar Rp650 Ribu, dan serta penolakan tegas terhadap UU Tax Amnesty yang dinilai diskriminatif. Pasalnya hanya menguntungkan pengusaha pengemplang pajak dan meresahkan rakyat kecil.
Selain itu mereka menganggap PP Pengupahan Nomor 78 tahun 2015 bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 terkait dengan mekanisme penetapan upah minimum. Sebab sistem dan mekanisme pengupahan hanya didasarkan pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, pentetapan upah minimum berbasis KHL (kebutuhan hidup layak).
“Ada dua pokok tuntutan kami, pertama pencabutan PP 78/2015 tentang pengupahan, kerena dinilai tidak sesuai kebutuhan buruh, dan meminta pemerintah menaikkan upah minimum tahun 2017 sekitar Rp650 Ribu, dan menolak tegas UU Tax Amnesty,” kata Heri Yunus selaku kordinator aksi.
Para buruh juga kecewa karena hingga akhir orasi, sebab tak satu pun perwakilan pemerintah daerah yang menemui mereka.
Karena tak puas dengan sikap pemda, mereka pun akhirnya melakukan long march melanjutkan aksinya berjalan kaki keliling ibukota Matra, Pasangkayu untuk berorasi.
Bila tuntutan ini tidak diindahkan pemerintah, para buruh mengancam akan turun kembali beraksi besar-besaran dengan massa yang lebih banyak lagi. ***