Kebijakan yang tidak populis yang diambil pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Muhammad Jusuf Kalla (JK), membawa dampak buruk bagi masyarakat. Bagaimana tidak, dana alokasi khusus (DAK) tahun 2016, ditahan oleh kementerian keuangan Republik Indonesia.
Penahanan DAK tersebut tentu saja membuat para buruh pekerja sejumlah rekanan tidak dibayarkan upayahnya. Padahal mereka berharap dengan bekerja sebagai buruh perusahaan rekanan (kontraktor) yang menangani jalan, drainase, irigasi pembangunan gedung dan jembatan, dapat upah untuk kepentingan biaya hidup keluarga mereka. Tapi apa yang terjadi jauh banggang dari api. Upah mereka tidak dibayarkan, akibat DAK ditahan oleh pemerintah pusat melalui Kemenkeu.
Padahal pekerjaan sudah selesai. Kalaupun belum selesai 100 persen, paling tidak sebagian bisa dibayarkan sesuai dengan volume pekerjaannya, sehingga para buruh itu dapat diberikan hak-haknya. Penampilan merakyat dengan gaya blusukan ketempat-tempat rakyat kecil rupanya hanya sekedar pencitraan. Lengan baju digulung, celanan panjang dulipat sampai lutut, semuanya hanya kamuflase semata, karena ternyata kebijakan yang diambil bukannya pro rakyat, tapi berpihak ke asing dan liberal.
Beda dengan Donal Trum yang baru saja dilantik menjadi presiden langsung mengeluarkan kebijakan penurunan pajak penghasilan bagi warganya. Padahal penampilnya parlente, memakai Jas, sepatu mengkilap dan naik mobil mewah sesuai kondisi negaranya, tapi kebijakannya berpihak ke rakyatnya. Namun apa yang terjadi dengan Presiden Jokowi dengan gaya pro rakyat kecil, justru kebijakannya menyulitkan rakyat kwecil dengan menaikkan harga berbagai kebutuhan pokok. Termasuk biaya balik nama kendaraan, STNK, BPKB harga dasar listrik, dan harga bahan bakar minyak.
Bukan itu saja tapi rakyat benar-benar sengsara, hargai cabai saja melonjak tinggi, tapi solusi yang ditawarkan pemerintah melalui menteri Perdagangan malah aneh. “Masa disuruh tidak mengkongsumsi cabai karena alasan mahal. Ibu-ibu diminta mengurangi belanja kosmetiknya untuk penghematan dan dapat beli cabai”. Ini benar-benar kebijakan yang tak populis, dan membuat rakyat sengsara.
Celakanya lagi rakyat tidak menyadarinya, bahkan hanyut dengan gaya dan penampilan blusukan yang katanya merakyat bagi sang pemimpin negeri ini. Apakah dengan diberikannya izin tukang becak, para pengkritik dan masyarakat jelatah masuk istana Negera bisa merubah kondisi perekonomian Bangsa ini, bisa merubah daya beli masyarakat. Tegasnya kebijakan yang pro rakyatlah yang dibutuhkan rakyat saat ini, bukan yang pro asing dan aseng.
Apakah kas negara sudah dalam kondisi memprihatinkan, sehingga pemerintah pusat melalui Kemenkeu harus menahan DAK yang mestinya diterima daerah? Kebijakan pusat itu dapat saja menimbulkan dampak ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahnya. Dan dapat saja menimbulkan unjuk rasa berhari-hari yang tentunya dapat mengganggu kinerja pemerintah daerah.
Mereka berhak menuntut upah, karena mereka sudah bekerja, namun tidak dibayar oleh rekanan yang mempekerjakannya. Sebab memang rekanannya juga tidak dibayar. Oleh sebab itu jika rekanan-rekanan itu sudah tidak mampu menahan kesabaran, maka bisa saja buruh mereka disuruh berdemo di kantor-kantor pemerintah daerah yang mengelola DAK tersebut. Semoga saja tidak terjadi…***