Pencablokan lahan PTPN XIV di Morowali Utara oleh anak perusahaan PT.Astra Agro Lestari (AALI) yakni PT.RAS (Rimbunan Alam Semesta) diduga telah merugikan negara kurang lebih Rp, 79 miliyar.
“Perhitungan sementara kerugian mencapai Rp, 79 Miliar, ini masih dari 1 komponen,”kata Kepala kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr.Bambang Hariyanto, SH, M.Hum melalui Kasi Penkum Laode Sofyan, SH kepada media ini beberapa waktu lalu
PT.RAS ini diduga beroperasi di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak tahun 2009.
Awalnya PT.RAS ini Dapat inlok sejak 2006, dan kemudian pake lahan HGUnya PTPN tanpa izin sejak 2009.
Atas dugaan korupsi industri perkebunan kelapa sawit oleh group PT.AALI ini, beberapa pejabat tingginya telah dipanggil tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah yakni Direktur Operasional (OP) PT. ASTRA AGRO LESTARI (AALI) Arief Catur Irawa.
Namun sayangnya Direksi PT.AALI ini “Mangkir” dari panggilan tim penyidik Kejati Sulteng yang mestinya hadir pada Rabu (6/11-2024) pukul 9:00 wita. Tapi sampai Jumat (8/11-2024) tidak menunjukkan batang hidungnya.
Kemudian kepala Divisi Finance Holding PT. ASTRA AGRO LESTARI (AALI) Daniel Paolo Gultom yang mestinya hadir pada Senin (4/11-2024). Tapi juga “mangkir” sehingga dijadwalkan kembali pada Kamis (7/11-2024).
Pada hari Kamis (7/11-2024) itu Daniel Paolo Gultom baru memenuhi panggilan tim penyidik Kejati Sulteng.
Selain itu BUNTORO RIANTO SE.,Ak.,CPA (Akuntan Publik Tanudireja Wibasana), selaku Akuntan yang mengaudit laporan keuangan PT.RAS group PT.AALI diperiksa 12 jam Jum’at (8/11-2024).
Kemudian sebelumnya dua petinggi anak perusahaan PT.AALi terlebih dahulu diperiksa yakni :
1. Oka Arimbawa (Manajer PT. SJA) juga menjabat di PT.ANA dan PT.RAS dan
2. Doni Yoga Pradana Direktur di PT. SJA
Diduga sejumlah perusahaan industri kelapa sawit di Indonesia khususnya wilayah Sulawesi Tengah dan Barat merambah hutan lindung.
Bahkan termasuk berkebun diatas lahan HGU perusahaan lain, salah satunya lahan HGU PTPN XIV.
Ironisnya selama ini aparat penegak hukum terkesan membiarkannya. Tapi kalau masyarakat biasa yang merambah hutan lindung demi berkebun untuk menghidupi keluarganya langsung ditangkap dan diproses hukum.
Diminta aparat penegak hukum jangan diskriminatif terhadap pelanggar hukum khususnya bagi coorporate yang merusak hutan lindung.
Praktek dugaan korupsi dan pencucia uang atau TPPU PT.AALI ini, mirip-mirip PT.Duta Palma Group yang melibatkan corporate yakni big bos PT.Duta Palma group Surya Darmadi.
Kurang lebih Rp, 100 triliun kerugian negara yang diduga ditimbulkan oleh PT.Duta Palma group itu. Dan selain dugaan korupsi, corporate PT.Duta Palma group juga terlibat pencucian uang atau TPPU.
Olehnya tim penyidik Kejati Sulteng harus bekerja exra keras sehingga biak kerok dari praktek dugaan korupsi dan TPPU PT.AALI group segera ditetapkan sebagai tersangka.
Semoga saja kasus tergolong jumbo yang ditangani Kejati Sulteng ini segera menetapkan tersangka dan menangkapnya demi penegakan hukum.
Karena tindak pidana korupsi merupakan
Extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. ***