Awal Maret 2020 Indonesia mulai diserang virus covid19. DKI Jakarta sebagai ibu Kota Negara jadi sorotan banyak pihak.
Pasalnya DKI Jakarta merupakan pintu utama keluar masuknya orang-orang dari dan pergi ke luar negeri.
Sedangkan wabah covid19 ini berasal dari luar negeri yakni wuhan China. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan bangsa China, baik untuk wisata, tenaga kerja maupun investasi.
Bencana virus corona itu tidak dapat dielakkan lagi. Betapa tidak hampir seluruh dunia terjangkit virus yang katanya dapat mematikan dan sembuh sendiri itu.
Indonesia pun tak luput dari virus berbahaya itu dan penularannya sangat mudah dan cepat.
Namun demikian juga cepat mati jika katanya di daerah tropis dengan tingkat suhu panas matahari 25-35 derajat.
Pandemi covid19 telah merenggut semuanya. Kehidupan sosial tak normal. Silaturahim secara langsung sudah dibatasi.
Bahkan berjabat tangan sudah tidak dilakukan lagi karena sudah tersimpan dalam fikiran jika bersentuhan secara langsung dapat menimbulkan penularan covid19 itu.
Tegasnya semunya serba dibatasi bahkan dilarang dilakukan, sebut saja dilarang naik haji, umroh dan beribadah secara berjamaah di rumah-rumah ibadah ummat masing-masing.
Bukan itu saja, tapi menggelar hajatan pesta pernikahan juga dilarang. Bahkan pesta pernikahan ditengah wabah covid19 itu telah memakan korban.
Ada beberapa oknum anggota Polri harus relah dicopot dari jabatannya akibat nekat menggelar pesta penikahan di tengah mewabahnya virus corona itu.
Virus corona atau covid19 mengancam krisis ekonomi secara global, termasuk Indonesia. Dan kemungkinan harga-harga sembilan bahan pokok (Sembako) akan melambung tinggi.
Belum lagi isu-isu bangkitnya komunis di Negeri ini akan menimbulkan gejolak sosial yang tentunya akan berdampak pada stabilitas kemanan. Dengan demikian rakyat akan menerima dampaknya.
Dimana daya beli mulai menurun, ketersediaan bahan pangan juga mulai menipis. Ditambah lagi nasib “buruk” kaum buruh dan pekerja seiring ditetapkan dan disahkannya undang-undang cipta kerja.
Ironisnya, pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak ditunda oleh pemerintah. Padahal dapat dipastikan semua pasangan calon akan melakukan pertemuan secara langsung ke masyarat.
Misalnya kampanye dialogis, tentunya mengundang dan menghadirkan paling sedikit 10-20an orang, yang tentunya secara protokol kesehatan bisa terjadi pelanggaran yakni bersua foto dengan pasangan calon atau tanpa menjaga jarak.
Semoga saja kedepan gejolak sosial dan keamanan ekskalasinya tidak membahayakan Bangsa dan Negara akibat wabah virus corona itu. Olehnya pemerintah bersama aparat keamanannya harus lebih bijak didalam bertindak dan memperlakukan rakyatnya.
Artinya pemerintah melalui aparat keamanan yang melakukan operasi yustisi seyongnya persuasif, membawa masker untuk dibagi-bagikan ke masyarakat dan hindari prilaku arogan dan kekerasan. Sebab siapapun jika terdesak bisa melakukan perlawanan.***