“Tidak Ada Pemukulan, Hanya Saya Dorong, Biasalah antara anak dan orang tua”
Bang Doel (deadline-news.com) –Buolsulteng-Jika mengacu pada Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maka dr.Amiruddin Rauf dapat dipidana 5 tahun penjara, sebagaiman diatur pada ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Adalah Bupati Buol dr.Amiruddin Rauf, S.Pog alias dr.Rudy diduga melakukan tindak pidana kriminalitas, dengan cara menampar seorang bawahannya.
Adalah Moh.Rusli T Bendahara Umum Daerah Kabupaten Buol yang menjadi sasaran penganiayaan Bupati Buol 2 Peride Amiruddin Rauf itu. Peristiwa memalukan tersebut, membuat trauma dan rasa malu yang mendalam bagi Rusli.
Pasalnya, Bupati Rudy dengan sikap arogan, telah menampar Rusli dihadapan Direktur Bank BPD Sulteng, dan Kepala BPKAD Sulteng.
Peristiwa tersebut, berawal saat Rusli selaku Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kuasa BUD Buol hendak melakukan transaksi pemindah bukuan dari Bank BPD Sulteng ke Bank BNI. Namun tindakan Rusli tersebut oleh Bupati dianggap menyalahi prosedur.
Bupati merasa dilangkahi, karena tidak ada pembicaraan sebelumnya terkait pemindah bukuan tersebut. Karena kesal, Bupati meluapkan emosinya dengan menampar Rusli, di hadapan pejabat Bank dan Kepala BPKAD. Tak hanya, kekerasan fisik, oleh Bupati, Rusli juga dicap sebagai pengkhianat.
“Ini sudah melecehkan harga diri saya, juga harga diri keluarga. Saya sangat terpukul dan malu atas kejadian tersebut. Seumur umur saya tidak pernah ditampar, bahkan oleh orang tua saya sendiri,” sesal Rusli, seperti tertuang dalam surat terbuka, yang dikirim ke sejumlah media.
Pengamat kebijakan publik dari Sailendra Foundation, Jagad Nusantara mengatakan, bahwa tindakan sewenang – wenang, yang dilakukan Bupati Buol, menunjukkan tidak adanya sifat pengayoman yang dimiliki, sebagai layaknya seorang Pemimpin.
Menurutnya, tindakan Bupati Buol tersebut selain bisa diancam pidana, juga terkena sangsi disiplin sebagai aparatur sipil negara.
“ Sangat disesalkan. Bupati sudah melakukan pelecehan terhadap tugas dan tanggung jawab Rusli, sebagai seorang yang diberi mandat mengelola keuangan negara. Jabatan Rusli dilindungi secara konstitusi, dan tidak ada pelanggaran administrasi terkait pemindah bukuan tersebut,” kata Jagad.
Meski demikian, lanjutnya, persoalan ini, coba dilakukan mediasi antar keduanya, secara baik – baik. Namun, proses hukum tetap harus berjalan, agar menimbulkan efek jera. Bupati tidak bisa seenaknya sendiri, melakukan tindakan – tindakan melawan hukum hanya karena status maupun jabatannya.
Terkait persoalan yang menimpa dirinya tersebut, Rusli membuat surat terbuka, agar peristiwa memalukan ini tidak lagi terjadi. Berikut isi surat terbuka yang ditulis Rusli.
Nama saya Moh. Rusli T. Tama (dengan nama harian Uling). Saya adalah anak dari Taha Tama dan Almarhumah Aisyah Mangkona. Merupakan Aparatur Sipil Negara dengan NIP 19751209 200012 1 005 yang telah mengabdi di daerah tercinta ini sejak pertama kali Kabupaten Buol berdiri sendiri (1999). Jabatan amanah yang sekarang saya emban adalah Kepala Bidang Perbendaharaan dengan Jabatan fungsional Kuasa BUD (Bendahara Umum Daerah).
Pada hari Rabu, 8 November 2017 sekitar Pukul 10 WITA, bapak telah melakukan tamparan di wajah saya dengan tuduhan membuat SP2D dari Bank BPD Sulteng ke Bank BNI tanpa sepengetahuan bapak sebagai bupati. Bapak telah menampar wajah saya di depan Direktur Bank BPD Sulteng dan Kepala BPKAD.
Saya sangat terpukul dan malu atas kejadian tersebut. Tidak pernah seumur hidup saya ditampar oleh orang tua dan saudara-saudara saya. Saya tidak pernah menyangka pada Usia 42 tahun dan sebagai pejabat Kuasa BUD Buol, saya ditampar oleh bapak selaku Bupati, Pimpinan Daerah yang dipilih oleh Rakyat Buol.
Tindakan sewenang-wenang yang bapak lakukan terhadap saya, telah menjadi rumor dari mulut ke mulut, melahirkan salah tafsir yang menambah rasa sakit yang saya derita lahir dan batin.
Perlu saya jelaskan kepada bapak dan masyarakat Buol yang membaca surat terbuka ini, bahwa SP2D yang terbit tersebut adalah tagihan sertifikasi guru-guru yang diajukan oleh DIKBUD dalam bentuk SPM dengan tujuan rekening ke BNI.
Atas dasar tagihan tersebut dibuatlah SP2D ke bank yang dituju. Adapun transaksi PEMINDAHBUKUAN tersebut sudah melalui mekanisme pengelolaan keuangan yang semestinya, dan tidak melanggar aturan perundang-undangan. Bila bapak menganggap hal tersebut salah saya siap diperiksa.
Atas terbitnya SP2D tersebut bapak menyebutkan saya seorang PENGHIANAT. Bapak juga mengatakan akibat dari SP2D tersebut, nasabah BPD dalam hal ini guru-guru penerima sertifikasi akan berpindah ke BNI, yang bila hal itu terus belanjut bisa-bisa akan diikuti oleh SKPD lain. Pada saat itu bapak menyatakan, bahwa kita tidak menghidupi Bank Daerah.
Terkait hal ini, menurut saya harusnya BPD sebagai Bank Daerah lebih meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya. Meskipun saya sebagai orang awam menganggap hal itu sama halnya dengan memberi ruang Monopoli perbankan kepada Bank Sulteng di Kabupaten Buol. Saya tidak tahu apakah ini juga kewenangan Bapak selaku Bupati Buol, dan tidak melanggar aturan perbankan nasional, dan terkesan meniadakan kompetisi yang fair antar bank-bank di manapun.
Apabila hanya karena kejadian pindah buku dari BPD ke BNI bapak tidak setuju, apa salahnya bapak perintahkan untuk segera mengembalikan dana tersebut ke sumbernya.
Justru yang terjadi, tanpa diberikan kesempatan untuk mejelaskan tentang terjadinya penerbitan sp2d tersebut, bapak langsung menampar saya di hadapan Direktur BPD Sulteng. Bila dalam pandangan bapak saya salah dan mengakibatkan kerugian negara saya siap diproses secara hukum.
Dari semua kejadian yang sangat memalukan ini, dan hanya karena laporan sepihak dari orang yang berpentingan dengan BANK SULTENG, bapak melakukan penamparan terhadap saya, tanpa terlebih dulu bapak melakukan pemeriksaan kebenaran.
Hanya karena emosi yang tidak bisa dikendalikan, Bapak telah menjadikan saya korban dari bapak sendiri dan korban dari tanggapan negatif publik atas kejadian ini.
Karena kejadian ini pula, keluarga saya tidak bisa menerimanya. Saya tidak akan melakukan proses hukum (tindak pidana kekerasan maupun perbuatan tidak menyenangkan) atas kejadian ini.
Tetapi saya tidak bisa melarang saudara-saudara dan keluarga saya melakukan proses hukum atau upaya lain untuk mengembalikan nama baik dan harga diri saya dan keluarga besar saya sebagai imbas dari tindakan kekerasan yang bapak lakukan terhadap saya.
Saya akan menyampaikan surat terbuka ini kepada publik. Biarlah mereka yang menilai. Saya buat surat ini atas dasar kesadaran diri saya tanpa ada paksaan dari orang lain. Murni dari hati yang paling dalam.
Saya bekerja selama ini bukan untuk Bupati, melainkan untuk daerah yang saya cintai. Bila bapak tidak bekenan atas surat terbuka saya ini, dengan penuh kesadaran saya siap di non job. Saya yakin bahwa jabatan itu adalah amanah.
Demikian surat terbuka ini saya peruntukan kepada Bapak selaku Bupati Buol. Semoga hal ini menjadi bahan introspeksi diri untuk kita semua. SAYA BUKAN PENGHIANAT.
Bupati Buol dr.Amiruddin Rauf alias dr.Rudy yang dikonfirmasi via handpone mengaku bukan menampar, tapi hanya mendorong.
“Tidak benar itu, saya tidak melakukan penamparan terhadap Rusli, tapi hanya mendorongnya, biasalah orang tua dengan anak,”akunya singkat.
Menurut Bupati Rudy, kalau ada pemukulan, pasti ada bekasnya atau luka-luka. Tapi kan tidak ada. Dan Rusli sudah datang minta maaf, jadi tidak ada masalah. (dikutip di Inovasi.web.id). ***