Berbekal Burasa dan Ikan Rono

 

Siang itu Ahad 1 Agustus 2021, sekitar pukul 12.30 wita saya bersama anak istri bergegas meninggalkan kampung tempat kelahiranku menuju Kampung dimana saya menetap dan mencari nafkah bersama berkeluarga.

Foto burasa dan ikan Rono (Teri) bekal dalam perjalanan. Foto Andi Attas Abdullah deadline-news.com

 

Kurang lebih 2 bulan di kampung kelahiran, bolak balik Makassar, Palopo dan Pinrang.

Adalah Kampung Lombo Desa Benteng Paremba Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan tempatku dilahirkan dan Bantaeng-Jeneponto tempatku dibesarkan dan mengenyam pendidikan SMP.

Dan kota Palu Sulawesi Tengah kampung dimana saya bersama anak-anakku dan istriku menetap dan mencari nafkah.

Jarak Lombo (Pinrang) dengan Palu kurang lebih 700 kilometer. Dan jika ditempu dalam keadaan normal sekitar 12-14 jam. Namun kami menempunya 24 jam, karena mampir menginap di Topoyo Mamuju Tengah.

Ada lima Kabupaten yang kami lewati yakni Kabupaten Polewali Mandar, Majene, Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu Sulawesi Barat.

Hanya burasa dan ikan rono (teri) sabal dengan tomat dan lombok (cabe) menemani perjalanan kami. Kami tidak mampir di warung-warung makan, karena menjaga diri dan keluarga dari ganasnya virus corona.

Apalagi katanya ada varian baru yakni Delta dan Alfa. Bekal burasa dan ikan rono sabal menjadi makanan disepanjang perjalanan saya bersama keluarga.

Istri dan anak-anak saya merasa senang dan nyaman walau hanya menikmati bekal Burasa yakni beras dibungkus daun pisang yang telah dicampur dengan santan kelapa dan sedikit garam yang sudah direbus berjam-jam buatan adik saya Nurmiati Karaeng Kebo.

Sedangkan lauknya yakni ikan rono telah digoreng renyah dan telah dicampur dengan tomat, cabai dan sedikit penyedap rasa, sehingga nikmat dan pedasnya sangat terasa.

Adalah pandemi covid19 mengharuskan kami membawa bekal dalam perjalana. Di penginapan pun kami tidak memesan makanan ataupun membeli sari laut.

Tapi tetap menikmati burasa dan ikan rono sambal bekal kami. Bahkan burasa dan Ikan Rono sambal itu masih tersisa dan sampai ke kediaman kami di Petobo kota Palu untuk mengganjal perut sambil menunggu istri memasak nasi dan lauk.

Lagi-lagi alasannya untuk mengantisipasi terjangkitnya virus corona dalam perjalanan. Apalagi istri saya Ety H.Kiding sangat ketat soal protokol kesehatan (Protkes).

Bayangkan turun dari mobil saja sedikit harus menggunakan dua masker, selalu membawa dan menggosokkan hand sanitizer di telapak tangan dan menghindari kerumunan.

Puyeng juga kepala dibuatnya dengan protkes begitu ketat dalam perjalanan. Dan hal itu juga berlaku di rumah kami.

Padahal istri saya bukanlah seorang ahli kesehatan, tapi begitu ketatnya menerapkan protkes dimana saja kami berada, sampai-sampai anak-anak saya sering ngomel-ngomel dengan prilaku ketatnya protkes oleh Ibunya.

Mungkin sikap pengetatan protkes itu sepertinya berlebih dan sebuah rasa takut yang amat sangat, tapi itulah naluri seorang ibu rumah tangga menjaga keluarganya dari bahaya virus corona.

Bayangkan saking ketatnya protkes oleh Istri saya, pulangpun tengah malam harus mandi. Padahal dengan mandi tengah malam justru dapat menimbulkan penyakit.

Tapi sebagai bentuk ketaatan terhadap anjuran pemerintah mau tidak mau protkes harus dilaksanakan, yakni selalu menggunakan masker bila keluar rumah, menjaga jarak, menghindari kerumanan massa dan selalu mencuci tangan dengan hand wash life buoy dan air bersih mengalir.

Semoga pandemi covid19 ini cepat berlalu dan masyarakat harus kuat dan tangguh melawan teror virus mematikan itu, jangan takut berlebihan tapi tetap taati protkes biar terhindar dari Covid19. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top