“Awas Politisi Busuk, Atas Namakan Rakyat”

Jangan salah gunakan amanah rakyat! Jangan karena keegoisan atas tidak tercapainya harapan dan cita-cita untuk berkuasa, lalu mengatasnamakan kehendak rakyat untuk menjatuhakan rival politik.

Jangan salah gunakan hak yang disematkan oleh negara kepada anda wahai politisi! Jangan jadi “politisi busuk”. Tapi jadilah pejuang dan pahlawan untuk rakyat, membangun negeri yang tercinta ini.

Rakyat tidak butuh politisi “busuk”. Rakyat tidak butuh janji-janji politik. Rakyat butuh pembangunan dan kesejahteraan. Rakyat butuh hasil pertanian yang berlimpah. Rakyat butuh pembangunan ruas jalan dan jembatan sebagai sarana dan prasarana transportasi untuk membawa hasil produksi pertaniannya ke pasar.

Jika dari awal berniat jelek, curang dan dipenuhi dendam politik, maka Insya Allah kalian tidak akan mendapat kepercayaan dari rakyat. 2024 mendatang, Partai Golkar punya kans mengusung calon presiden sendiri . Olehnya jangan kotori lagi Partai Golkar dengan prilaku “politisi busuk.”

Dengan perolehan kursi yang signifikan pada pemilu 2019 yang baru lalu, Partai Golkar pada posisi ke dua setelah PDIP. Artinya walau diterpa badai politik dengan keterlibatan ketumnya yakni Setya Novanto dan sekjennya Idrus Marham dalam kasus korupsi, namun masih mampu berada diurutan kedua.

Penangkapan elit partai Golkar mestinya jadi pelajaran. Dan lebih meningkatkan konsolidasi internal dan eksternal, hingga pada 2024 mendatang Partai Golkar dapat kembali merebut simpati hati rakyat.

Tapi apa lacur, jika praktek fraksi partai Golkar di DPRD Sulsel justru menggalang dan menggolkan hak angket yang dimotori Khadir Khalid yang notabene sudah tidak mendapat mandat dari rakyat pada Pileg 2019 kemarin, justru membuat rakyat antipati. Apalagi jika tujuannya ingin menjatuhkan pemerintahan yang sah dibawah pimpinan duet Prof Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman.

Pemilih pasangan Prof Andalan meraih suara rakyat pada Pilkada 2018 sebesar 1,8 juta lebih dari total wajib pilih sekitar 7 jutaan dan 4 calon ketika itu.

Nurdin Khalid yang berpasangan Azis Kahar Muzakkar berada pada posisi kedua dengan perolehan suara sekitar 1,4 jutaan, sedangkan Iksan Yasin Limpo-Andi Cakka berada di posisi ke tiga dengan raihan suara kurang lebih 800 ribuan, dan Agus Arifin Nu’mang – Tandribali Lamo berada pada posisi buntut dengan raihan suara kurang lebih 500 ribuan.

Artinya para Cagub itu mestinya kembali merajut kebersamaan untuk membangun Sulsel. Karena kontestasi politik sudah usai. Apatahlagi jika Golkar ingin besar dan menang dalam Pilpres 2024 mendatang dengan mengusung ketumnya Airlangga Hartarto, paling tidak pada posisi Wapres.

Secara aturan hak angket memang dimiliki para wakil rakyat di Parlemen. Tapi itu jika kebijakan pemerintah membuat ancaman bagi rakyat, Negara dan Pimpinan Pemerintahan Otoriter. Sehingga hak angket yang digagas Fraksi partai Golkar dimana Kadir Khalid sebagai ketua dan Nurdin Khalid sebagai ketua DPD Partai Golkar Sulsel yang notabene rival politik Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman dalam Pilgub 2018, tidak bisa berkelik atas dugaan rakyat Sulsel bahwa bukan mereka yang mengotaki polarisasi politik hak angket di DPRD Sulsel itu.

Dalam orasi politiknya pada Musda/raker Partai Golkar baru-baru ini, Nurdin Khalid mengatakan “Jika pemerintah jatuh itu bukan salah kita.” Padahal jelas didepan mata bahwa yang menggagas hak angket adalah fraksi partai Golkar bersama beberapa fraksi partai lainnya di DPRD Sulsel.

Namun perlu diingat prinsif orang Bugis – Makassar ” Tena Sahra Matanna Alloa Punna Tena Narapiki Wantunna” (Tidak tenggelam mata hari jika belum sampai waktunya).

Artinya polarisasi politik “kotor” bagaimanapun yang kalian lakukan tidak akan berdampak oleh siapapun jika memang Tuhan Yang Maha Esa belum menghendakinya. Bahkan bisa berbalik ke diri anda rencana jahan kalian itu.

Jika dilihat dari kacamata hukum. Maka Nurdin Khalid sudah tidak tepat menjadi ketua DPD Partai Golkar Sulsel atau pengurus di DPP Partai Golkar karena pernah terlibat tindak pidana korupsi.

Olehnya baru-baru ini diduga tidak jadi Caleg DPR RI Partai Golkar sebab aturan KPU yang dikuatkan Mahkama Konstitusi tidak membolehkan seorang mantan napi koruptor untuk diusung jadi Caleg.

Dipihak lain, pasang Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman harus legowo mundur jika benar ada kesalah fatal atas kebijakannya, sehingga membuat kegaduhan ditengah-tengah masyarakat, Bangsa dan Negara.

Tapi apakah dengan mencopot dan memutasi atau mengangkat pejabat adalah kebijakan yang melanggar dan membuat gaduh masyarat, Bangsa dan Negara?

Bukankah mengangkat dan memberhentikan pejabat didalam pemerintahan Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman adalah kewenangannya, sebagaimana diatur dalam undang-undang 32 tentang pemerintahan daerah? Justru tidak tepat jika DPRD mencampuri urusan mutasi pejabat di Pemprov Sulsel.

Kalaupun ada SK wakil Gubernur terkait pemberhentian dan pengangkatan pejabat eselon III dan IV sudah selesai atas penanganannya oleh Kemendagri dan Kemenpan. Sehingga tidak ada masalah lagi. Mari kita Doakan agar Sulsel maju serta jaya berkat kebersamaan pemerintahnya termasuk DPRDnya.

Namun DPRD memang tidak boleh mandul dalam hal hak pengawasannya terhadap eksekutif. Damai eksekutif dan legislatif membawa angin sejuk membangun Sulsel yang makin baik. Semoga saja.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top