Ahmad Ali : Suruh Lapor Polisi

 

Bang Doel (deadline-news.com)-Morowali-Terkait dugaan adanya penambangan illegal di eks lokasi PT.Vale Indonesia TBK (Inco), ketua Fraksi Nasdem DPR RI H.Ahmad Ali, SE meminta dilaporkan ke polisi saja.

“Suruh lapor polisi,”tulis anggota DPR RI daerah pemilihan Sulawesi Tengah Ahmad Ali menanggapi pemberitaan deadline-news.com yang dibagikan ke whatsappnya Sabtu (27/6-2020).

Sebelumnya sumber deadline-news.com di Morowali menyebutkan adanya dugaan penambangan illegal di eks lokasi PT.Vale di Desa Siumbatu Dampala Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.

Padahal IUP eks lokasi PT.Vale itu telah dicabut pada masa pemerintahan Drs.Anwar Hafid, M.Si.

“PT.Vale ini berstatus kontrak karya sejak tahun 1968 sampai 2015. Namun kontrak karyanya telah berakhir tahun 2015 silam dan tidak ada perpanjangan. IUPnya telah dicabut jaman pemerintahan Drs.Anwar Hafid, M.Si-Sumisi Marundu, SH, MH, namun beberapa tahun terakhir ini, terlihat ada kegiatan yang patut diduga illegal di eks lokasi PT.Vale itu, yakni di blok 3 dan 4,”ujar sumber itu yang minta namanya tidak dipublikasikan.

Kata sumber itu, bekas Lokasi PT.Vale ini menjadi rebutan, baik investor swasta murni, BUMN, pemerintah daerah kabupaten Morowali maupun provinsi Sulteng. Bahkan pada tahun 2018, Pemprov Sulteng meminta ke Kementerian energy sumber daya mineral (ESDM) agar pengelolaan tambang bekas PT.Vale itu dapat diberi ijin untuk dikelola perusahaan daerah (Prusda) join dengan BUMN.

Masih menurut sumber itu, ada beberapa kelompok perusahaan lokal yang join yang diduga terlibat dalam pengambilan material nikel di eks lokasi PT.Vale pada blok 3 dan 4. Dan dijual ke salah satu perusahan tambang di Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Bahkan kata sumber itu lagi, ada rencana group perusahaan lokal Morowali itu akan merambah blok 2 eks lokasi PT.Vale di Desa Bahomiahi dan Ululere Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.

Oleh sebab itu, kata sumber sebaiknya Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulteng segera turun kelapangan dan menghentikan kegiatan pertambangan yang diduga illegal itu.

“Masalahnya penambangan yang diduga illegal itu berdampak secara lingkungan ke perkampungan di desa-desa disekitaranya. Ironisnya group perusahaan yang melakukan penambangan di eks lokasi PT.Vale itu diduga illegal,”tegas sumber itu.

Kata sumber lagi, group perusahaan yang melakukan pertambangan yang patut diduga illegal di eks lokasi PT.Vale itu memang mengatongi izin di lokasi yang berbeda.

“IUPnya di lokasi lain, tapi menambangnya di eks lokasi PT.Vale,”tutur sumber itu.

Mantan Bupati Morowali Drs.Anwar Hafid, M.Si yang kini sudah menjadi anggota DPR RI menjawab konfirmasi deadline-news.com via chat di whatsappnya membenarkan jika pihaknya telah mencabut IUP di eks lokasi PT.Vale atas rekomendasi komisi pemberantasan korupsi (KPK) RI.

“Benar sejak kami menjadi Bupati di Morowali, kami telah mencabut IUP yang dianggap tumpang tindih, termasuk IUP eks lokasi PT.Vale atas rekomendasi KPK,”kata politisi Partai Demokrat itu.

Sementara itu PLT Kadis ESDM Sulteng Dr.Ir.Bunga Elim Sumba, M.Sc menjawab konfirmasi deadline-news.com via chat di whatsappnya mengatakan pihaknya telah memerintahkan kepala Cabang Dinas Iskandar melakukan monitoring dan pengawasan ke eks lokasi PT.Vale, dan hasilnya belum menemukan secara detail adanya dugaan penambangan illegal di eks PT.Vale itu.

Namun demikian pihaknya terus melakukan pemantauan, dan jika ditembukan adanya penambangan secara illegal akan ditindaki sesuai aturan perundang-undangan yang belaku.

Untuk diketahui “bagi siapa saja termasuk badan hukum yang melakukan pertambangan secara illegal dapat dipidana dan dikenakan denda sebagaimana Ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ditentukan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000.- (sepuluh milyar rupiah)”.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top