Tiga Dugaan Tipikor di Morowali-Morut Belum Dituntaskan Ditreskrimsus Polda Sulteng

foto Tugu KTM Bungku. inzert mantan Bupati Morowali Drs.Anwar Hafid, M.Si. foto Bang Doel/deadline-news.com
foto anggota tim penyidik tipikor Polda Sulteng tengah memasang papan pengumuman di lokasi proyek gedung DPRD Morut. foto Dok Tipikor/deadline-news.com

Bang Doel (deadline-news.com)-Palusulteng-Tiga dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Morowali dan Morowali Utara (Morut) yang ditangani Ditreskrimsus Subdit III Polda Sulteng sampai saat ini masih menyisahkan tanda tanya.

Adalah proyek pembangunan kota terpadu mandiri (KTM) di Bungku Tengah kabupaten Morowali yang sempat disidik Subdit III Ditreskrimsus Polda Sulteng dengan menurunkan tim yang beranggotakan 5 orang. Namun sampai saat ini belum jelas hasilnya.

Kemudian dugaan Tipikor Pembebasan lahan di Desa Korolama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara, yakni tahun anggaran 2016 sebesar Rp, 2,925,000,000 dan tahun anggaran 2017 sebesar Rp, 4,642,680,715. Dengan demikian total biaya pembebasan lahan dalam 2 tahun anggaran itu mencapai Rp, 7,567,680,715.

Sebelumnya Bupati Morut Aptripel Tumimomor telah diperiksa (17/9-2018), penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulteng. Kemudian menyusul ketua DPRD Morut Syaripuddin Madjid, dan sejumlah pejabat yang diduga terlibat dan mengetahui proyek pembebasan lahan tersebut.

Aptripel tiba di ruangan Subdit III Ditreskrimsus Polda Sulteng pada pukul 9:00 wita. Aptripel menggunakan baju kemeja warna putih bintik-bintik hitam berlengan pendek, dipadu celana jeass warna gelap.

Aptripel datang ke Polda Sulteng menumpang mobil Fortuner warna hitam berplat B 9 AZI. Aptripel terlihat dikawal 2 orang pria beramput cepak. Pantauan deadline-news.com, Aptripel diperiksa di ruangan khsusu ukuran sekitar 2 X 1,5 meter. Saat melihat wartawan, Aptripel menutupi wajahnya.

Kemudian manta Bupati Morowali Drs.H.Anwar Hafid, M.Si juga sudah mendatangi penyidik Tipikor di Mapolda Sulteng untuk memberikan keterangan terkait proyek KTM di Bungku Tengah itu. Dugaan Tipikor pembebasan lahan untuk pembangunan perkantoran di Desa Korolama belum tuntas. Begitupun dengan dugaan Tipikor proyek pembangunan KTM di Bungku Tengah.

Sedangkan Proyek pembebasan lahan perumahan Pimpinan DPRD dan Gedung Baru DPRD Morut baru menetapkan ketua DPRD Morut Ir.H.Syarifuddin Madjid tersangka, namun tidak ditahan.

Kabid Humas Polda Sulteng yang baru AKBP Didik Supanoto, S.IK yang dikonfirmasi di whatsappnya tidak memberikan jawaban. Kemudian melalui staf Bid Humas M.Yusuf mengirimkan link berita hasil presreales Bid Humas Polda Sulteng terkait dugaan kasus korupsi tersebut seperti dikutip di swatvnews.id.

Menurutnya saat ini masih dalam pengembangan tim Penyidik Polda Sulteng, yang ditandai dengan pemeriksaan 45 orang saksi, 8 orang ahli serta telah dilakukan gelar perkara, hal itu ditegaskan Wakil Direktur Kriminal Khusus Polda Sulteng AKBP Setiadi Sulaksono dalam Press Release, Senin (19/3/19) pagi.

Wadir Krimsus Polda Sulteng, AKBP. Setiadi Sulaksono mengatakan Dari hasil gelar perkara yang yang telah dilakukan, penyidik telah menetapkan beberapa tersangka.

“Kami belum bisa memberikan data – data tersangka, penyidik akan melakukan penyidikan tahap dua terlebih dahulu, setelah itu akan merilis seluruh nama-nama yang di tetapkan sebagai tersangka,”katanya.

Selain itu dia menambahkan, ketua DPRD yang melakukan tindak korupsi pengadaan, perencanaan lahan dan bangunan, sudah di tetapkan sebagai tersangka.

“Untuk Bupati Morowali Utara, masih dalam penyidikan dan pemeriksaan para saksi,” ucap Wadir Krimsus.

Hal tersebut merugikan Negara, kurang lebih sebesar Rp. 8 Miliyar yang terbagi dalam beberapa item, yang mana hasil tersebut, merupakan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan Daerah Sulteng dan Pusat.

Sementara itu, yang memperlambat dalam melakukan penyidikan dan pemeriksaan tersangka dan para saksi yaitu, proses penilaian harga tanah oleh apraissal dan penghitungan kerugian oleh BPK Republik Indonesia yang membutuhkan waktu yang cukup lama, dimana permintaan dilakukan pada bulan April dan Mei 2018, sementara seluruh hasil tersebut diterima oleh penyidik setelah 5 bulan kemudian, yaitu pada bulan Oktober 2018.

“Hal tersebut, yang menghambat penyidik dalam melakukan pemeriksaan,” tutup Setiadi. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top