Tersisa 70 KM Jalan Nasional Wilayah III Rusak

Ir.H.Iskandar Arsyad, M.Si Ka Satker PJN Wilayah III Sulteng
Ir.H.Iskandar Arsyad, M.Si Ka Satker PJN Wilayah III Sulteng

Andi Attas Abdullah

PALU, Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan merupakan salah satu prioritas pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pasalnya jalan dan jembatan adalah salah satu kebutuhan masyarakat didalam melakukan interaksi antara daerah satu dengan daerah lainnya. Karena infrastruktur jalan dan jembatan adalah jalur perhubung darat yang sangat penting.

Dan yang takalah pentingnya prasarana jalan dan jembatan itu merupakan jalur transportasi darat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sebab jika jalan dan jembatan bagus, maka masyarakat mudah melakukan akses pasar dari kantong-kantong produksi komoditi pertanian, perkebunan, dan hasil bumi lainnya. Olehnya prasarana jalan dan jembatan tiap tahun mendapatkan biaya perbaikan dan pemeliharaan dari negara.

Panjang jalan Nasional di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mencapai kurang lebih 2.700 kilometer. Jalan dan jembatan tersebut merupakan penghubung antara daerah satu di wilayah, timur, barat, selatan dan utara. Dan merupakan kedua terpanjang di Indonesia setelah Sumatera. Makanya tidak heran jika anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat juga cukup besar. Namun begitu, anggaran tersebut belum dapat menyelesaikan secara baik seluruh program pelebara, perbaikan, pemeliharaan jalan dan jembatan nasional di wilayah Sulteng ini. Sebab masih butuh lagi biaya yang lebih besar. Apalagi kondisi alam Sulteng yang dilalui jalur trans Sulawesi (jalan Nasional) sangat labil, mudah longsor dan ambruk. Sebut saja jalur Kebun Kopi, jika hujan deras setiap hari, maka jalan tersebut sulit dilalui, karena sering tertimbun tanah longsor. Apalagi berada di daerah pegunungan.

Dana yang dikucurkan pemerintahan pusat melalui Dirjen Kementerian Pekerjaan Umum untuk jalan Nasional di Wilayah Balai jalan dan jembatan di Sulawesi Tengah mencapai angka dua koma satu triliun rupiah (Rp,2,1 T), tahun 2015 ini. Dan khusus Satuan Kerja (Satker) Wilayah III Balai Jalan dan Jembatan Nasional Sulteng yang meliputi, Kabupaten Poso, Morowali Utara, Morowali, Tojo Unauna, dan Luwuk, mendapatkan kucuran dana sebesar Rp, 667 miliyard. Dana tersebut belum termasuk anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) tahun 2015 ini. Dan jika dibandingkan tahun sebelumnya hanya Rp,632 miliyard, dan ternyata tahun ini mengalami peningkatan seperti yang telah dituliskan diatas. Demikian dikatakan Kepala satuan kerja (Ka Satker) balai jalan dan jembatan Nasional Wilayah III Ir.H.Iskandar Arsyad, M.Si menjawab koran Deadline News Rabu (11/2-2015), pekan kemari di Kantornya.
Menurutnya anggaran pelebaran jalan nasional sendiri mencapai Rp,591,5 miliyard. Kemudian biaya pemeliharaan jalan nasional sebesar Rp, 21,6 miliyard, dan biaya penggantian jembatan sebesar Rp,32,8 miliyard. Dan selebihnya untuk biaya operasional dan administrasi perkantoran.

Disinggung soal bobot dan kwalitas kinerja Satker Wilayah III, Putera kelahiran Nunu Kota Palu ini menjelaskan bahwa sesauai evaluasi menunjukkan kinerja pada Satker Wilayah III untuk tahun 2013-2014 kemarin, masih terdapat 70 kilometer jalan nasional dalam kondisi kuran bagus (rusak) dari total jalan Nasional wilayah III sepanjan 951 kilometer. Jalan nasional yang masih kurang mantap itu terdapat diantara Tomata Beteleme sekitar 5-7 kilometer.
Kemudian jalan nasional yang menghubungkan Morowali (Sulteng) dengan Kendari (Sultra). Dan masih ada juga dibagian Poso yang menghubungkan Kabupaten Tojo Unauna sampai ke Luwuk. Tapi tahun ini (2015) akan tertangani semua. Namun tentunya belum maksimal seperti apa yang diharapkan, karena terkait pendanaan dan kemampuan rekanan di lapangan.
“Dan kinerja kami mengalami peningkatan setiap tahun cukup signifikan yakni 2-3 persen. Sehingga evaluasi kinerja selama tahun 2014 sudah mencapai 98,3 persen. Dan Insyallah tahun 2016 nanti, sudah mencapai 100 persen,”tuturnya.

Lalu muncul pertanyaan, kenapa tahun 2015 ini belum bisa mencapai 100 persen? Jawab Iskanda, sebab banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain anggaran, kemudian kemampuan penyedia jasa (rekanan) baik teknis, alat maupun finacial (anggaran). Selain itu juga kondisi alam di daerah ini. Makanya sering kali ada revisi anggaran, sebagai akibat dari perubahan kondisi alam. Sebut saja, salah satu faktanya adalah pengerjaan proyek jembatan trans Sulawesi yang menghubungkan Sulteng dengan Sulsel di Mayoa, Desa Batu Maeta (Pendolo), Kecamatan Pamona Selatan kabupaten Poso, yang mengalai revisi anggaran dan perubahan desain. Mengapa? Karena ternyata dari faktor tekhnis, ternyata desainsanya salah, sehingga dilakukan optimasi. Kemudian dari pada itu, kondisi alam memaksa untuk tidak dilanjutkan. Dan anggarannya harus direvisi. Akibatnya, terjadi keterlambatan. Mestinya dikerjakan 250 hari kelender, terpaksa dirubah lagi menjadi 180 hari. Namun karena kondisi alamnya tidak memungkinkan, maka dilakukan lagi revisi baik anggaran maupun desainnya.

Adalah PT.Padimun Golden, dan PT.Putra Mandiri Adisarana. Dan konsultan PT.Epadascon Permata, penyedia jasa paket Jembatan trans Sulawesi Mayoa itu, dengan nilai kontrak awalnya sebesar Rp, 26,348,569,747. Kemudian direvisi lagi menjadi Rp, 20,5 miliyard dengan masa pelaksanaan 220 hari, namun dilakukan lagi revisi akibat kesalah desain,sehingga menjadi 180 hari, dengan anggaran juga dikurangi. Karena kenyataan dilapangan, menunjukkan bahwa penyedia jasa tidak akan mungkin mampu menyelesaikannya dengan hitungan kelender 220 hari itu, maka dilakukan lagi optimasi yang ditandai dengan diterbitkannya adendum ke tiga, dengan masa kerja 180 hari, dan nilai kontrak tinggal Rp, 11,5 miliyard dengan harapan dapat diselesaikan sampai 31 Desember 2014. Tapi karena penyedia jasa tidak mampu menyelesaikannya sesuai kontrak, maka setelah diopname, ternyata hasil pekerjaannya hanya mencapai 37 persen. Dan hasil pekerjaannya 37 persen itulah yang dibayarkan oleh negara. Namun begitu, tetap dicairkan 100 persen sesuai peraturan menteri keuangan No.37, tapi uang jaminannya di Bank diambil oleh negara yang nilainya Rp, 7,5 miliyard sebagai konsekwensi logis atas ketidak mampuannya menyelesaikan paket pekerjaannya itu. Belum lagi denda keterlambatan penyelesaiaan pekerjaan yang nilainya mencapai Rp, 500 juta.

Namun disisi lain negara masih berutang kepada rekanan sebagai akibat dari kesalahan desaian, sehingga mengakibatkan keterlambatan pekerjaan para rekanan tersebut. Hanya saja, Iskandar tidak menyebutkan secara detail berapa utang negara selaku owner atas pekerjaan proyek yang masih tertunda penyelesaiannya itu.

Terkait masih tertundanya penyelesaian jembatan Mayoa itu, pihak Satker wilayah III melakukan tender ulang tahun 2015 ini dengan anggaran kurang lebih Rp, 10 miliyard.
Kata Iskandar paket pekerjaan jalan dan jembatan tahun 2015 ini mencapai 15 paket. Yakni 11 peket tahun tunggal (SYC) dan 4 paket tahun jamak (Multi years contrak- MYC). ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top