Tambang Merusak Alam

 

 

“Pemberian izin Bay Pas ke PT.ANI Perlu Diusut”

Pada dasarnya pertambangan itu merusak alam. Baik yang legal maupun yang ilegal.

Bagaimana tidak, bumi dirobek-robek sampai kedalaman bemeter-meter.

Makanya tidak heran jika banjir bandangpun terjadi di wilayah yang terdapat tambang.

Pembabatan hutan oleh pemilik HPH, mungkin masih bagus sedikit. Karena akar-akar kayu masih tertinggal. Dan penanaman kembali mereka lakukan, sehingga masih dapat menyerab dan menyimpan air.

Tapi kalau tambang, baik tambang nikel, emas, batu barah dan galian C, memang benar-benar alam habis dicabik-cabik dengan kedalaman bermeter-meter.

Pegunungan dibongkar habis, sampai tak ada lagi pemohonan yang tumbuh untuk menjadi penyangga air dalam bumi dari arus derasnya air.

Investasi di salah satu daerah yang kaya akan sumber daya alam tidaklah haram. Hanya saja perlu pengelolaan alam yang bijak.

Kehidupan masyarakat disekitar lingkar tambang perlu diperhatikan. Mulai dari kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan, harusnya para pengelola tambang memperhatikannya.

Jangan hanya mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam disekitar lingkar tambang, namun tidak memperhatikan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.

Perut bumi Sulawesi Tengah memang sangat kaya dengan sumber daya alamnya. Mulai dari potensi pertanian, kelautan, nikel, biji besi, tembanga, muneral, emas, dan bebatuan.

Makanya tidak heran jika banyak investor tambang berbondong-bondong masuk ke daerah ini, menanamkan investasinya. Mulai dari yang legal sampai yang ilegal.

Yang legal tentu memiliki kewajiban ke negara dan daerah. Dan harus di patuhi. Misalnya pajak daerah, retribusi, csr, dan kewajiban lainnya. Sehingga dapat memberilan manfaat secara umum ke daerah dan negara.

Sedangkan yang ilegal bukan hanya meruksak ekosistem alam, tapi merugikan pendapatan daerah dan negara.

Sebab hanya oknum pejabat tertentu yang dapat menikmatinya. Olehnya perlu ditertibkan agar bermanfaat kepada masyarakat, daerah dan negara.

Di wilayah kota Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong, Poso, Morowali Utara, Morowali dan Luwuk Banggai memiliki potensi pertambangan yang cukup besar.

Hanya saja manfaatnya belum dirasakan masyarakat secara menyeluruh, merata dan berkeadilan.

Masyarakat di lingkar tambang hanya menikmati bencananya, misalnya banjir bandang dan debuh yang dapat menimbulkan penyakit hidung dan pernapasan (hispa).

Perusahaan tambang yang berinvestasi ke wilayah Sulteng baik yang legal maupun yang ilegal lumayan banyak.

Di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara misalnya banyak usaha pertambangan yang izinnya tumpang tindih. Bahkan ada yang sudah mati izinnya, tapi diupayakan lagi oleh oknum-oknum disekitar pejabat, agar IUP itu bisa dihidupkan dan digunakan lagi.

Dalam pengurusan izin pertambangan, baik nikel, emas, biji besi, bebatuan diduga ada yang bay pas (potong kompas – manual) padahal sudah ada aplikasinya.

Sebut saja PT. ANI (Aneka Nusantara Internasional) yang diduga memperoleh izin secara bay pas dari Badan Penenaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Pemprov Sulteng.

Diduga pihak PT.ANI mengurus izin secara bay pas (manual) ini, saat kantor BPMPTSP itu dipimpin Dr. Ir. Sandra Tobondo, MT.

Makanya pada Kamis (18/8-2022), kantor BPMPTSP yang pernah dipimpin Sandra Tobondo itu digeledah penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

Penggeledahan itu diduga berkaitan erat dengan terbitnya izin dari BPMPTSP secara manual. Padahal sudah ada aplikasi yang terkoneksi langsung ke pusat.

Dugaan keterlibatan oknum di BPMPTSP ini perlu menjadi atensi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng yang baru Agus Salim,SH,MH. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top