Proyek Rehab Rekon Pantai Teluk Palu Berpotensi Dugaan Korupsi

“PT.Adhi Karya diduga Jual beli Proyek dengan Modus Sub Kontrak”

Bang Doel (deadline-news.com)-Palusulteng-Gempa Bumi, Likuifaksi dan Tsunami 28 September 2018 telah meluluh lantakkan tanggul pemecah ombak di sepanjang pantai Teluk Palu provinsi Sulawesi Tengah.

foto papan peoyek PT.Adhi Karya yang melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi panti teluk Palu. foto dok deadline-news.com

 

Sekitar 5 kilometer panjang tanggul pemecah ombak pantai teluk itu hancur akibat bencana alam dahsyad itu. Menyikapi kerusakan itu, kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi tanggul pantai teluk Palu itu, melalui Balai Wilayah Sungai Sulawesi III yang membawahi Sulteng dengan Sulbar (BWSS III Sultegbar).

Adalah dana pinjaman murni (LOAN) melalui Asian Developmen Bank (ADB) untuk membiayai proyek rehabilitasi dan rekonstruksi tanggul pantai Teluk Palu itu dengan nilai kontrak sebesar Rp, 248 miliyar lebih.

Adalah PT. Adhi Karya yang memenangkan tender proyek akhir tahun 2019 itu. Penanda tanganan kontrak proyek antara Kementerian PUPR (BWSS III Sultegbar) dengan PT.Adhi Karya itu pada 19 Desember 2019, dengan masa kerja 377 hari dan masa pemeliharaan 365 hari.

Kata sumber yang minta dirahasiakan identitasnya itu, seharus bulan Januari 2020 pihak PT.Adhi Karya sudah melakukan pekerjaan, tapi kenyataannya nanti pada bulan Maret 2020. Hal ini terjadi karena PT.Adhi Karya hanya sibuk menyeleksi subkontraknya setelah perusahaan milik Negara itu menandatangani kontrak kerja pada 19 Desember 2019.

Sangat disayangkan, PT. Adhi Karya yang notabene perusahaan milik Negara (BUMN) itu diduga melakukan jual beli proyek penanggulan pantai teluk Palu itu. Sehingga berpotensi menimbulkan dugaan korupsi.

Ironisnya lagi PT.Adhi Karya menggandeng perusahaan yang tidak memilik IUP terkait pertambangan. Padahal penimbunan pantai Teluk Palu itu menggunakan Material Batu Boulder, yang tentunya perusahaan Mitra PT.Adhia Karya harus memiliki IUP (Isin Usaha Pertambangan).

Salah seorang praktisi dibidang jasa konstruksi kepada deadline-news.com Jum’at (27/3-2020) mengatakan mestinya PT. Adhi Karya melakukan kerja sama dengan pemegang IUP di Palu atau Donggala.

Namun kenyataannya PT.Adhi Karya bekerjasama PT. Dahlia Mutiara Utama asal Jawa Barat dan PT. Sulawesi Energi dari Makassar yang notabene tidak memilik IUP di Palu atau Donggala Sulteng.

“Jadi patut diduga ini adalah praktek jual beli proyek oleh PT.Adhi Karya,”kata sumber yang memahami soal tender proyek rehab rekon sepanjang Teluk Palu dari Taman Ria hingga ke Talise dengan panjang 5 kilometer.

Pertanyaannya kemudian apakah memang di benarkan Rekanan Pemenang Lelang proyek Pemerintah dapat melakukan pelelangan lagi ?

Padahal sudah jelas di dalam dokumen penawaran PT. Adhi Karya yang di gunakan saat mengikuti lelang di kementrian PUPR, disebutkan melampirkan surat dukungan dari perusahaan pemegang IUP untuk menjadi mitra kerjanya, karena tanpa surat dukungan itu PT. Adhi Karya tidak akan lolos jadi pemenang lelang.

“Sebab surat dukungan dari perusahaan pemegang IUP di Palu atau Donggala Sulteng merupakan syarat mutlak dalam Lelang tersebut,”tegas sumber itu.

Lalu Kenapa setelah PT. Adhi Karya di tetapkan sebagai pemenang Lelang, justru melakukan pelelangan lagi ? dengan mengambil dua peserta lelang sebagai pemenang yakni PT.Dahlia Mutiara Utama asal Bandung Jabar dan PT.Sulawesi Energi dari Makassar yang notabene tidak memilik IUP di Palu maupun Donggala Sulteng.

Kata sumber itu seharusnya PT. Adhi karya sebagai pemenang lelang dari kementrian PUPR melaksanakan sendiri proyek yang diadapatkan tersebut. Tapi nyatanya Pihak PT. ADHI KARYA justru mengsub kan lagi kepada perusahaan lain dengan harga yang sangat rendah.

Ini berarti pihak Adhi karya mengambil keuntungan dari selisih nilai kontrak yang di tanda tangani PT. Adhi Karya dengan kementrian PUPR Yakni senilai kurang lebih Rp, 248 Milyard.

Namun Pihak PT. Adhi Karya mengsubkontrakkan lagi kepada kontraktor lokal dengan membuka pelelangan yang nilai Sub Kontraknya kurang lebih Rp, 22 Milyard per Blok. Sedangkan jumlah Blok pada proyek rehab rekon pantai Teluk Palu itu terdapat 6 Blok, jika ditotal nilai hanya sekitar Rp.132 Milyard.

Jika diliat dari nilai Kontrak PT. Adhi Karya dengan kementrian PUPR Yakni sebesar 248 Milyard ini berarti PT. Adhi Karya Mengantongi selisih uang Negara sebesar Rp. 116 Milyard. Sedangkan perusahan BUMN itu diduga tidak melakukan pekerjaan sendiri, tapi hanya Mitra kerjanya yang bekerja.

Pertanyaannya kemduian kemana Uang yang pinjaman dari ADB itu senilai Rp. 116 Milyard tersebut?

Hal ini bisa memunculkan spekulasi dari masyarakat bahwa PT. Adhi Karya diduga hanya sebagai Makelar Proyek dan tanpa kerja sudah mendapatkan keuntungan Rp. 116 Milyard.

Selain melakukan dugaan praktek jual beli proyek, Pihak PT. Adhi Karya juga diduga tidak memberikan uang muka kepada sub kontraknya.

Padahal sesuai peraturan Pemerintah RI PT. Adhi karya mendapatkan pembayaran uang muka dari kementrian PUPR sebesar 20% dari nilai kontrak yakni sebesar Rp, 49,6 Milyard.

Pertanyaanya dikemanakan uang muka yang nilanya sekitar Rp,49,6 Milyard tersebut ? Kenapa PT. Adhi Karya tidak memberikan uang muka kepada Sub Kontraktornya. Padahal pihaknya mendapatkan uang Muka puluhan miliyar lebih?

Kepala Perwakilan Provinsi PT.Adhi Karya Afandi yang dikonfirmasi via chat di whatsappnya tidak memberikan penjelasan, dia hanya menuliskan maaf dirinya sedang cuti.

“Maaf saya sedang cuti pak,” tulis Afandi menjawab konfirmasi deadline-news.com Jum’at sore (27/3-2020), sekitar pukul 17.41 wita.

Sementara itu kepala BWSS III Sultengbar FERIYANTO PAWENRUSI melalui salah seorang Pejabat pembuat komitmen (PPK) bernama Oni di Balai itu tidak menjawab permintaan konfirmasi deadline-news.com.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top