Pejuang Rakyat Itu Dikejar dan Ditembaki

 

Hidup mahasiswa, hidup mahasiswa, hidup mahasiswa, iyel-iyel itu bergemuruh diseantero Nusantara, termasuk Palu Sulawesi Tengah sejak Rabu (7/10-2020), hingga Kamis (8/10-2020).

Para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se Kota Palu itu memperjuangkan nasib rakyat dengan berunjuk rasa (Unras) di jalan Samratulangi.

Mereka hendak ke kantor DPRD Sulawesi Tengah untuk menyampaikan aspirasinya terkait undang-undang cipta kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan DPR RI dibawah pimpinan Puan Maharani.

Namun dihadang aparat Polri. Unras di jalan Samratulangi itu memang ricuh. Sehingga para mahasiswa dikejar sambil ditembaki gas air mata.

Mereka dikejar dari jalan Samratulangi hingga ke jalan S Parman dan Setiabudi. Dan pas didepan swalayan BNS jalan S Parman mereka ditembaki gas air mata, sehingga mengundang masyarakat ikut prihati karena melihat mahasiswa di kejar dan ditembaki gas air mata dari aparat Polri itu.

Undang-undang ciptaker ini memang mendapat penolakan dimana-mana terkhusus kaum buruh dan mahasiswa. Bahkan termasuk anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat dan PKS.

Banyak pihak menilai undang-undang Ciptaker 2020 itu, merugikan kaum buruh (pekerja) dan menguntungkan pengusaha.

Oleh sebab itulah mengundang para mahasiswa selaku pejuang nasib rakyat turun ke jalan, sebagai bentuk penolakan atas lahirnya undang-undang ciptaker itu.

Namun sayangnya saat para pejuang nasib rakyat itu berunjuk rasa justru mendapat perlakuan kekerasan dari aparat Polri.

Ada yang dikeroyok, dipukuli dan ditendang. Mereka diperlakukan layaknya pencuri ayam. Padahal justru Polri menerima manfaat atas perjuangan para mahasiswa seluruh Indonesia pada gerakan 1998 yang disebut gerakan Reformasi.

Bagaimana tidak Polri yang masih digabung dengan TNI yakni Angkatan bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dan pasca reformasi ABRI dibubarkan sehingga Polri berdiri sendiri menjadi lembaga yang menentukan dan mengatur organisasinya sendiri.

Bahkan perannya terlihat lebih besar dan disegani. Termasuk tingkat kesejahteraan sepertinya ada perbedaan dengan anggota TNI.

Pembubaran ABRI dengan terpisahnya TNI dan Polri sebenarnya adalah perjuangan dari para mahasiswa. Olehnya Polri dan anggotanya mestinya mengingat itu, sehingga jangan arogan dalam mengamankan unjuk rasa mahasiswa.

Mereka (mahasiswa) pasti kalah jika berhadapan dengan aparat Polri. Karena mereka hanya bersenjatakan kata-kata dimana tubuh mereka dibalut baju almamaternya, sehingga ketika mereka dipukuli dan dikeroyok anggota Polri pasti tak berdaya.

Mengapa para koruptor yang jelas-jelas mencuri uang rakyat, dan merugikan negara tidak dibabak belur? Kenapa mahasiswa yang memperjuangkan nasib bangsanya yang berprofesi sebagai buruh justru menjadi bulan-bulanan aparat Polri.

Mbo kalau mereka ada kesalahan kata-kata atau tindakan saat unras kenapa tidak diamankan saja, jangan dipukuli.

Bukankah Kapolri Jendral Polisi Idham Azis telah berpesan bahwa bagi anggota Polri yang melakukan pengamanan Unras jangan arogan, bertindaklah persuasif, jangan melakukan tindakan kekerasan dan jangan bawa senjata Api.

Diharapkan kepada Kapolri dan Kapolda Sulteng Irjen Pol Abdul Rakman Baso agar memberi sanksi anggotanya yang menyalahi protap yakni mengeroyok dan memukuli mahasiswa saat Unras. Bahkan termasuk jurnalis mengalami kekerasan saat meliput Unras dari anggota Polri.

Semoga saja kedepan prilaku arogan dan tindakan kekerasan yang dipertontonkan aparat Polri tidak ada lagi. Kasihan anak-anak mahasiswa kita. Dan bagi para mahasiswa juga jangan anarkis saat unras.

Tapi mari saling menjaga dan menghotmati satu sama lain. Hidup mahasiswa selamat berjuang bersama rakyat tapi ingat jangan anarkis, sebab jika anarkis maka perlakuan arogan dan kekerasan kalian dapatkan dari aparat Polri seperti yang dialami Fatur hari ini Kamis (8/10-2020). ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top