Donggala Masih Tertinggal di Tangan Kasman Lassa

 

Kabupaten Donggala merupakan salah satu daerah tertua di Sulawesi Tengah. Namun sayangnya Donggala masih tergolong daerah tertinggal 2020-2024, sebagaimana tertuang dalam Kepres No.63 tahun 2020.

ruas jalan yang menghubungkan Desa Lumbutarombo, Bambarimi dan Salumpaku rusak parah. foto Bang Doel/deadline-news.com

 

Padahal Donggala memiliki potensi sumber daya alam yang terkandung dalam perut buminya cukup banyak.

Mulai dari potensi pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, tambang galian C, tambang emas dan pariwisata.

Tapi mengapa Kabupaten Donggala masih tetap tertinggal bersama dua daerah lainnya yakni Sigi dan Tojo Una-Una?

Apakah pemerintah Kabupaten dibawa kepemimpinan Bupati Drs.Kasman Lassa,SH,MH tidak mampu mengakselerasi seluruh potensi yang terkandung dalam perut bumi dan laut Donggala menjadi sebuah pendapatan yang dapat mensejahterakan dan memajukan daerah tertua di Sulteng itu?

Bayangkan saja dua periode Kasman Lassa memimpin Kabupaten Donggala, namun masih tetap tertinggal. Kator Bupati yang berdiri megah masih karya tangan Bupati almahrum H.Nabi Bidja,S.Sos.

Jaman pemerintahan HN.Bidja kota Donggala disebut kota antik. Dan sempat mendapatka Adipura disaat Donggala di Pimpin Habir Ponulele. Wajah kota Donggala ditata sedemikian rapi dan apik, hijau dan bersih, sehingga benar-benar nampak aktik dan cantik.

Begitupun dengan sejumlah ruas jalan dan jembatan yang saat ini rusak parah masih buah tangan Bupati Habir Ponulele.

Sebut saja ruas jalan dan jembatan yang menghubugkan Lembah Sada, Bambarimi, Salumpaku hingga ke desa-desa terpencil lainnya di wilayah Banawa Selatan dan Banawa Tengah mengalami ke rusakan yang sangat parah.

Padahal banyak warga di desa itu yang saban hari lalulalang membawa hasil produksi pertanian dan perkebunannya.

Dari periode pertama sampai periode kedua Bupati Kasman Lassa, ruas jalan itu rusak dan kurang perhatian pemerintah daerah Donggala.

Padahal akses jalan tersebut merupakan ruas jalan bagi para petani dan pekebun dari kantong-kantong produksi ke pasar.

Ironisnya lagi anggaran sejumlah proyek dianggap tidak bermanfaat dan tidak dinikmati masyarakat secara luas menjadi prioritas. Akibatnya diduga berbau korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Sebut saja proyek teknologi tepat guna (TTG) dan website di desa-desa yang menelan biaya miliyaran rupiah. Proyek itu tidak memberi azas manfaat bagi warga desa secara umum.

Padahal jika ruas jalan, jembatan dan irigasi diprioritaskan perbaikannya, maka seluruh masyarakat dapat menikmatinya. Utamanya masyarakat dari kantong-kantong produksi menuju ke pasar.

Celakanya lagi proyek TTG dan Website itu menjadi temuan panitia khusus (Pansus) I DPRD Donggala. Pansus menduga ada kerugian negara sebesar Rp,4 miliyaran dibalik proyek TTG dan Website itu.

Temuan pansus I DPRD Donggala itu mungkin hanya salah satu item dugaan korupsi di Kabupaten Donggala. Kemungkinan besar masih ada lagi dugaan korupsi lainnya yang lebih besar. Sehingga Donggala masuk kategori daerah tertinggal 2020-2024.

Aparat hukum diminta seriusi dugaan korupsi di kabupaten Donggala. Karena patut diduga akibat praktek korupsi, kolusi dan nepotisme Donggala masih tetap tertinggal bersama dua kabupaten lainnya di Sulteng yakni Sigi dan Touna.

Pilkada serentak masih 3 tahun lagi, Donggala butuh pemimpin yang mumpuni dalam memajukan kabupaten itu dari berbagai sektor.

Apalagi Donggala memiliki potensi yang cukup besar yang terkandung dalam perut buminya. Dan tentunya mampu mengelola potensi-potensi sumber – sumber pendapatan baru untuk kemajuan dan perkembangan Kabupaten Donggala, sehingga keluar dari stempel daerah tertinggal secara nasional. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top